Weekend Seru di Warsawa

Saya selalu senang mengunjungi tempat-tempat baru. Saya suka memperhatikan orang-orang dan mendengar mereka bercakap-cakap dałam bahasanya. Saya suka baca tulisan-tulisan di jalan meski kadang saya ga ngerti sama sekali apa artinya. Saya suka nyicipin makanannya, liat mereka menari, dan denger musik yang mereka mainkan. Semuanya bikin gairah hidup saya melompat kegirangan.

Minggu yang lalu, setelah acara wisudanya Kakak di Tilburg, kami menghabiskan weekend dengan short vacation di Warsaw, Poland. Direct flight dari Schiphol ke Warsaw hanya sekitar 1,5 jam. Kalau naik KLM, di pesawat kita disuguhi sandwich dan aneka minuman. Bisa pilih jus, beer, teh, kopi atau air putih. Karena sama-sama negara Schengen, kita ga perlu ngelewatin imigrasi untuk cek paspor dan visa.

Untuk transportasi selama di Warsaw kami beli tiket terusan untuk zona 1 & 2 yang berlaku selama 72 jam, bisa dipake buat naik train, bus atau trem. Harganya 57 zloty atau sekitar 12,5 euro. Untuk akomodasi, supaya praktis dan deket ke mana-mana, saya pilih apartemen di daerah centrum yang saya pesan lewat booking.com. 

Buat saya, Warsawa adalah kota yang sangat cantik. Dia sering disebut sebagai “Kota Phoenix” karena sejarahnya sebagai kota yang bolak balik dihancurkan tapi selalu berhasil bangkit lagi. Warsawa sudah ada sejak abad ke-13 dan sudah menjadi ibukota Polandia sejak tahun 1596. Selama pendudukan Swedia tahun 1650-1655 kota ini rusak parah, tapi Warsawa bangkit lagi dan berkembang jadi kota yang maju. 
Tahun 1794, Warsawa dihancurkan oleh Rusia.
Tahun 1807 dijadikan capital of the Duchy (ibu kota kadipaten) oleh Napoleon.
Tahun 1813 direbut oleh Rusia.
Pada masa PD I dan II, Warsawa diduduki oleh Jerman.
Di masa PD II (1941-1945) inilah terjadi peristiwa holocaust, yaitu genosida terhadap orang-orang Yahudi di Eropa. Nazi Jerman secara sistematis membunuh sekitar enam juta orang Yahudi di seluruh Eropa (dari target 11 juta orang). Dari 6 juta orang Yahudi yang dibunuh, 3 juta diantaranya adalah orang Yahudi-Polandia. Pembunuhan tersebut dilakukan terutama melalui penembakan massal dan gas beracun di kamp-kamp konsentrasi, khususnya di Auschwitz-Birkenau, sekitar 280 km jaraknya dari Warsawa.

Kemarin saya sempat mengunjungi POLIN Museum of the History of Polish Jews dan makan siang di sana. Di museum ini kita bisa belajar tentang sejarah orang Yahudi-Polandia yang dimulai sejak 1000 tahun yang lalu. Warsawa sendiri punya lebih dari 40 museum, mulai dari museum sejarah, seni, militer, olah raga, sampai mainan (games & toys). Selain museum, Warsawa juga kaya sekali dengan public library. Hampir di setiap sudut kota kita bisa temukan gedung bertuliskan “bibloteka”, yang artıya “perpustakaan”. Warsawa memang adalah kota dengan jumlah public library per kapita tertinggi di dunia (Polandia punya lebih dari 31 ribu public libraries). Setelah Warsawa, surga kutu buku lainnya adalah Seoul, Brussels, Paris, Helsinki, Stockholm, Edinburgh, Milan, dan Shenzhen. No wonder tingkat literasi mereka tinggi sekali yaa…

Selesai dari museum, eksplorasi kami lanjutkan ke old town. Tempat favorit saya di setiap kota :D. Selalu banyak hal menarik yang bisa kita temukan di kota tua. Mungkin karena kemarin juga pas weekend, jadi banyak acara seru di sana. Ada pertunjukan music dan tarian tradisional, ada bazaar dan banyak street artist performances juga. Saya sempet ikutan circle dance barengan sekelompok penari yang sedang perform. Saya ga tau persis jenis tariannya kemarin itu Krakowiak, Polonaise, Mazur, Kujawiak atau Oberek. Abis nari2 capek, terus jajan es krim dari cari makan. Tapi sebelumnya mampir liat salah katedral megah di kota tua. Di Warsawa ini jarang ada penunjuk jalan atau papan nama yang pake bahasa Inggris. Jadi rajin-rajinlah buka google translate atau main tebak-tebakan.

Setelah makan siang makanan polish-jew di museum POLIN, malamnya kami makan traditional food lagi di rumah makan Gościniec di daerah old town. Jadi seharian kami menikmati berbagai makanan Polandia yang enak-enak seperti pierogi (dumpling khas Poland), nalesniki (Polish potato pancake), kotlety schabowy (Polish breaded pork chop), dan zurek, sup has Polandia dengan sour cream, telur, wurst dan roti gandum. Masih ada beberapa menu lain yang susah diingat namanya. Kalau dibandingkan dengan Belanda, harga-harga di Poland relatif lebih murah. Mulai dari harga tiket masuk museum, transportasi, makanan dan groceries juga. 

Besok paginya, hari Minggu, ada demo besar “Milion Serc March” (million hearts march).
Menurut Reuters, sekitar 800.000 orang turun ke jalan dan menjadikan demo ini sebagai yang terbesar dalam sejarah. Mereka berkumpul untuk memprotes pemerintah konservatif Polandia, dua minggu menjelang pemilu yang menurut Civic Platform (PO) yang liberal mungkin akan menentukan masa depan Polandia di Uni Eropa.

Jalan2 utama di kota Warsawa ditutup dan dijaga polisi. Bis dan trem banyak yang ga beroperasi.
Jadi kami putuskan untuk berangkat ke airport lebih awal dari jadwal semula dan terpaksa cancel beberapa itinerary yang sudah disusun.

Puji Tuhan flight ke Schiphol aman, dan malamnya kami tiba di Tilburg dengan selamat ❤️