lebaran

dari lahir, saya memang sudah jadi orang kristen.  tapi sejak saya kecil juga, saya terbiasa untuk ikut merayakan lebaran.

tiap kali saya denger suara orang bertakbir, saya selalu teringat pengalaman2 masa kecil di kampung saya dulu.

semua bermulai dari tibanya sasih saum, bulan puasa. saya ingat betul, jaman saya kecil dulu, bulan puasa berarti bulan “hantar-hantaran”. memasuki minggu kedua sasih saum, tetangga2 kami biasanya akan saling mengirim hantaran makanan. menunya hampir tiap rumah sama: nasi putih perak, tumis cabe ijo, sambel goreng kentang, tahu/tempe/ayam goreng. kalau kebetulan dari orang berada, biasanya ada tambahan sepotong empal goreng. tiap tahun begitu.

kadang saya bersama dengan ibu dan adik perempuan saya suka memperhatikan hantaran2 itu. sering kami menemukan beberapa hantaran yang isinya sama persis. bentuk dan warnanya sama. rasanya juga. kami lalu menyimpulkan, “bu anu terima hantaran dari bu itu. terus hantaran itu diforward ke kami”. 😀

kalau lagi rejekinya, bisa berhari2 ibu saya ga masak. karena stok persediaan makanan dari hantaran2 itu cukup buat ransum kami sekeluarga.

tiap sore menjelang buka puasa, ibu saya biasa berjualan berbagai macam takjil di depan rumah. ada bubur sumsum, candil, juga kolak. kalau kebetulan ga habis terjual, biasanya saya sama almarhum papi yang berpesta. kalau ga malam itu, ya saat sarapan besok paginya.

malam takbiran selalu jadi saat2 yang menggembirakan. saya akan ikut bersama teman2 sebaya saya, berlarian keliling kampung. mengiringi mereka yang lebih tua membawa obor, menelusuri gang2 sempit kampung kami, sambil bermain kembang api. tertawa2. bercanda2.

keesokan harinya, papi akan membangunkan kami semua pagi2 sekali. setelah mandi dan berpakaian yang rapi, beliau akan menyuruh kami semua duduk di teras rumah, menunggu para tetangga yang pulang dari sholat ied. lalu kami akan saling bersalam2an.

“minal aidin ya um, tante! minal aidin…”

hampir semua orang di kampung itu memanggil papi dengan “um”, versi lain dari oom. paman. uncle.

kesenangan belum juga berakhir di situ. saat lebaran dan beberapa hari sesudahnya, saya juga bisa dengan bebas memilih, mau makan lontong opor dan kue kering bikinan siapa. tinggal jalan beberapa langkah, mengetuk pintu, bersalaman, itu saja…

ibu saya juga masih bisa istirahat dari kegiatan memasak selama beberapa hari. ada cukup persediaan makanan dari lebaran 🙂

begitulah puluhan lebaran yang sudah saya lewati di kampung masa kecil saya. sesuatu yang saya ga tau persis, apa masih bisa ditemukan di jaman sekarang ini.

Allahu akbar…, Allahu akbar…, Allahu akbar,
La ilaha illallah huwallahu akbar,
Allahu akbar wa lillah ilham.

buat sebagian teman dan kerabat saya, takbir adalah sebuah tanda kemenangan,
buat saya, takbir akan selalu membawa kenangan.

selamat lebaran!
tuhan memberkati.

Advertisement

5 thoughts on “lebaran

  1. waah, “Indonesia” banget kenangannya, Ca..:)
    kalau sekarang di malam2 ramadhan menjelang lebaran, orang2 menyerbu midnite sale…

    maaf lahir batin juga ya..

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s