Minggu pagi yang cerah. Suhu udara waktu itu sekitar 17°C, sejuk walau pun agak berangin. Setelah menitipkan koper di concierge Hotel, kami beristirahat sebentar di cafe sambil menunggu kedatangan Sussie dan Frank.
Petualangan kami hari itu dimulai dengan mengunjungi Volendam, sebuah desa kecil berjarak 20 km di sebelah utara Amsterdam. Perjalanan ke Volendam memakan waktu sekitar 30 menit naik mobil.
Dulu, Volendam merupakan sebuah pelabuhan untuk kota Edam, kota penghasil keju yang sangat terkenal di Belanda. Pelabuhan Volendam berhenti beroperasi sesudah Edam membuat pelabuhannya sendiri pada sekitar tahun 1357. Memasuki abad ke-20, Volendam juga menjadi tempat peristirahatan bagi banyak seniman Belanda seperti Picasso dan Renoir. Dan hingga saat ini, desa kecil ini masih menjadi salah satu tujuan wisata paling menarik di Belanda.
Buat saya, selain kapal-kapal nelayan tua dan pakaian tradisional yang hingga saat ini masih dikenakan oleh sebagian orang di sana, daya tarik lain yang membuat saya jatuh hati pada Volendam adalah deretan rumah penduduknya yang sangat khas. Bentuk rumah-rumah itu hampir seragam semuanya. Ukurannya tidak terlalu besar dengan atap yang runcing (berguna untuk memecah hempasan angin kencang dari laut). Rumah2 mungil itu tertata sangat rapi, masing2 dengan halaman kecil yang umumnya dihiasi bermacam bunga warna-warni. Cantiiik sekali. Mirip seperti deretan rumah boneka…
Yang membedakan rumah yang satu dan lainnya dalah pintunya. Konon, dulu penduduk setempat sering pulang ke rumah dalam keadaan mabuk, dan supaya mereka tidak salah masuk rumah, masing-masing pintu rumah dibuat dengan tandanya sendiri-sendiri. Pretty smart, yaa… 🙂
Pada umumnya penduduk Volendam tidak menggunakan / tidak mempunyai mobil. Bagi yang mempunyai mobil, disediakan lapangan parkir khusus yang letaknya agak jauh dari rumah mereka. Mereka biasa berjalan kaki atau naik sepeda untuk berkeliling. Menyusuri jalan2 di kota kecil ini rasanya menyenangkan sekali.
Kehidupan di Volendam juga terasa sangat tenang dan relax. Waktu seperti berjalan lambat di sana. Bener2 tempat yang pas untuk bersantai. Menikmati sore dengan duduk2 di dermaga. Memandangi laut, perahu nelayan, dan burung2 camar yang beterbangan…
Atau bisa juga duduk di tepi laut sambil mengobrol dengan seorang nelayan tua yang sudah disulap jadi patung. Hehehehe…
Saat kami tiba di Volendam, di salah satu sudut jalan sedang diadakan pertunjukan musik. Kami berhenti sebentar untuk menyaksikan serombongan bapak2 dan ibu berpakaian tradisional Volendam, memainkan alat2 musik dan membawakan beberapa lagu daerahnya. Saya ga kenal dengan lagu2nya, tapi menikmati sekali suasananya.
Dari sana, perjalanan kami lanjutkan ke dermaga, dimana bermacam restoran, toko suvenir dan studio foto berbaris dengan rapi. Barang2 khas negeri Belanda seperti klompen, bunga tulip dan kerajinan keramik dijajakan hampir di semua toko suvenir. Dan tentu saja cenderamata standar lainnya seperti gantungan kunci, magnet kulkas dan signatured t-shirts.
Mengunjungi Volendam memang belum lengkap rasanya sebelum kita mencoba berfoto dengan mengenakan pakaian tradisional mereka. Ada banyak pilihan studio di sepanjang tepi dermaga. Tinggal pilih saja mana yang sreg di hati. Harganya kurang lebih sama, 5 euro untuk 1 buah print out foto ukuran 10R.
Setelah puas liat2, tiba saatnya mengisi perut yang sudah mulai kelaparan. Seperti halnya toko suvenir, di sana tersedia banyak pilihan restoran. Umumnya mereka menyajikan berbagai menu ikan dan seafood dan tentunya ikan herring yang terkenal itu. Kalau kita malas atau ga sempat makan di restoran kita bisa mencoba berbagai menu olahan sea food di snack bar di pinggir jalan.
Untuk makan siang, hari itu saya memesan fish and chips yang disajikan dengan french fries dan salad. Rasanya enak, ikannya seger dan empuk. Kentang gorengnya juga renyah dan ga greasy. Dressing saladnya juga sedap. Dan upon request, kita juga bisa dapet saus sambel yang ga kalah enak sama sambel sachet yang saya bawa dari rumah. Saya sempat curiga mungkin kokinya orang Indonesia. Hehehe… Yang perlu diinget, porsi makanan yang disajikan itungannya besar banget. Bahkan saya yang waktu itu sedang kelaparan pun ga sanggup ngabisin 1 porsi sendirian.
Perut kenyang, hati senang… Saatnya melanjutkan petualangan…