Sejak kapan? Persisnya saya lupaaa… 😀
Tapi duluuu…, saya sebeeelll deh sama yang namanya Monday. Rasanya bangun pagi dan memulai hari Senin itu lebih berat dari hari2 yang lainnya. Bayangan jalanan yang muacet di sana sini, kerjaan yang numpuk di kantor, tampang boss yang ga bersahabat, antrian panjang di Bank… What can possibly make it worse? Tanggal tua, dimana persediaan uang ongkos dan uang makan semakin menipis 😀
Ngomong2 soal hari Senin, saya jadi inget sama masa lalu saya dulu…
Saya bersyukur pernah bekerja sebagai seorang karyawan Perusahaan partikelir selama hampir 13 tahun lamanya. 3, 5 tahun di Bandung, dan sisanya di Jakarta. Dua-duanya Perusahaan IT dan Telekomunikasi yang bergerak di bidang trading. Walau pun waktu itu karir saya ga hebat2 amat, tapi pengalaman bekerja saat itu banyak memberikan saya pelajaran penting dan berharga.
Dari sanalah saya belajar yang namanya menguasai produk knowledge, mulai dari yang namanya harddisk SCSI, router, jaringan fiber optic sampai membangun integrated contact center. Belajar juga tentang administrasi perusahaan mulai dari pencatatan inventory di gudang, nyiapin dokumen tender, bikin bid bond, sampai bikin proposal dan draft kontrak. Belum lagi ilmu2 praktis lain yang priceless nilainya, seperti pengembangan diri, leadership, human approach dan lain-lain. Pluuuussss…., bonus jalan-jalan keluar kota dan keluar negeri walau pun sekalian tugas 😀
Tapi semua pengalaman berharga itu harus saya bayar dengan harga yang sangat mahal. Saya kehilangan banyak waktu dengan kedua buah hati saya. Setiap hari saya pergi meninggalkan rumah saat mereka masih tidur, dan baru kembali ke rumah saat mereka sudah tidur. Saya tidak melihat sendiri apa yang di makan Bianca setiap hari. Dan saya juga ga tau seperti apa mukanya Benaia saat matanya terkena air dan sabun waktu dia dimandikan.
Waktu masih umur 1-2 tahun, Bianca suka nangis jerit2 kalau liat Ibunya mau berangkat ngantor. Ritualnya waktu itu adalah, Bianca dibawa jalan2 sama si mbak, untuk liat ayam tetangga atau beli es krim ke warung. Biar keslimur dan ga sadar kalau ibunya sudah pergi. Tapi lama2 anak juga jadi kebal yaa… Dia jadi seperti sudah biasa ditinggal ibunya setiap hari. Belakangan kalau saya harus pergi ngantor atau dinas ke luar kota, Bianca akan mengantar saya sampai ke teras, salim lalu melambaikan tangannya. Iya, begitu aja… Berbeda kalau mbak Inem yang mau mudik ke Wonosobo, Bianca bisa nangis kejer minta ikut.
Pernah suatu hari saya pulang dari kantor, saya liat Bianca sedang menggeret2 kopor mainannya yang berbentuk kodok warna hijau. Waktu saya tanya: “Bianca mau kemana?” Jawabannya: “Mau pulang ke Wonosobo sama mbak Inem…”
Suatu hari saat Benaia mau tumbuh gigi badannya sempat panas. Dan waktu Benaia terbangun di tengah malam, yang dilakukannya adalah nangis, mencari kain panjang yang biasa dipake untuk nggendong, dan langsung lari keluar kamar sambil manggil2 mbak Inem. Padahal saya, ibunya ada di sebelahnya. Lucu ya? Gaaaa, tapi sediiiih sekali…. 😦
Meninggalkan buah hati saya dengan seorang asisten rumah tangga juga memang bukannya tanpa resiko. Tapi waktu itu kami memang ga punya pilihan yang lebih baik.
Saya tidak pernah menyesali pilihan saya yang menjadi Ibu bekerja saat itu. Saya yakin, sama seperti semua Ibu bekerja yang lain, kami juga adalah pejuang2 dan pahlawan keluarga. Kami bekerja demi mewujudkan cita2, harapan dan mimpi2 kami juga…
Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya pada awal tahun 2008, saya memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai karyawan, saat itu bertepatan dengan persiapan kelahiran anak ketiga kami, Benezra. Rasanya? Campur aduk… Antara seneng, bergairah, deg degan juga takut. Dulu mantan boss saya pernah bertaruh, saya hanya akan bisa bertahan jadi ibu rumah tangga selama 1 bulan saja. Hehehe… Nyatanya, sudah lewat 6 tahun, dan saya ga pernah menyesali keputusan saya…
Melewati masa2 transisi itu memang ga gampang yaa… Apalagi tepat sebulan setelah saya jadi ibu rumah tangga, saya ditinggal mbak Inem, asisten kepercayaan yang sudah membantu saya selama hampir 5 tahun. Tapiii…, karena yang mau saya urusin itu adalah keluarga saya sendiri, anak2 yang saya lahirkan, jadi ya… saya yakin saya pasti bisa…
Begitulah…, makin hari saya semakin bisa menikmati menjadi seorang ibu rumah tangga. Saya semakin mengerti betapa berat sekaligus menyenangkannya mendedikasikan waktu kita untuk keluarga. Kadang saya hanya bisa tidur 2 jam dalam sehari. Pernah selama berhari2 saya ga liat jalan raya. Ga jarang saya juga kehilangan orientasi waktu, ga inget ini hari apa, tanggal berapa 😀 Tapi saya senang bisa menghabiskan banyak waktu saya sama anak2. Saya seperti bayar utang, seperti balas dendam… Hehehe 😀
Tahun 2010, saya memberanikan diri untuk mulai berkarir lagi. Pilihannya kali itu adalah menjadi pengusaha restoran. Bapak menawarkan sebuah kesempatan yang menurut saya luar biasa! Saya merintis sebuah rumah makan di daerah Juanda, Jakarta Pusat. Buat saya itu adalah kesempatan emas yang ga mungkin ditolak. Ide buka restoran itu adalah sesuatu yang super mewah buat saya yang dulu pernah punya cita2 punya warung nasi…
Persiapan saya lakukan selama 2 bulan. Mulai dari menentukan jenis restoran apa yang akan saya buka, menentukan sistem produksi dan marketingnya, merekrut karyawan, mendesain ruang, sampai menyiapkan semua perabotannya. Semua saya lakukan dengan penuh semangat dan gairah. Berkali2 saya blusukan ke Pasar Senen buat cari piring, gelas, sendok garpu dan teman2nya. Ke pasar kecapi untuk cari supplier bumbu2 dapur yang kualitasnya baik dan harganya bagus. Dan yang paling seru sekaligus melelahkan adalah mengeksplorasi pasar ikan Muara Angke!
Hari2 pertama di restoran saya adalah kenangan manis yang ga akan terlupakan. Menerima pesanan, menyiapkan makanan di atas piring saji dan menyajikannya kepada pelanggan restoran adalah sesuatu yang sangat saya nikmati. Melihat wajah2 pelanggan yang puas dan akhirnya memutuskan untuk datang kembali ke restoran kami adalah sesuatu yang ga ternilai harganya.
Saya menghabiskan banyak sekali waktu saya di restoran itu. Dari pagi hingga malam, bahkan juga di akhir pekan. Saat anak2 tidak sekolah, mereka akan ikut bersama saya ke restoran. Tapi tentu saja tidak bisa tiap hari. Tidak ada tempat yang cukup nyaman untuk mereka beristirahat di restoran. Dan jarak dari rumah kami ke restoran yang ga bisa terbilang dekat itu juga jadi kendala. Terlalu melelahkan untuk ketiga anak saya. Lagi2 saya merasa kekurangan waktu untuk dihabiskan dengan mereka…
Setelah 2 tahun, ketika masa sewa ruang restoran saya habis, akhirnya saya memutuskan untuk berhenti dulu. Kembali menjadi full time mother yang menghabiskan nyaris 24 jam sehari dengan anak2.
Hari berjalan dengan cepat. Anak2 mulai besar. Dan saya merasa mulai ada waktu lebih untuk memulai sebuah usaha baru 🙂
Suatu hari di bulan November 2013 yang lalu, seorang teman blogger yang saya kenal bertahun2 menghubungi saya:
“Mbak, mau ga jalanin bisnis Oriflame bareng aku?”
Lho, kok seperti pucuk dicinta ulam tiba ya?
Begitulah, akhirnya sekarang saya kembali menjadi sorang ibu rumah tangga yang juga seorang ibu bekerja. Penjadi pengusaha mandiri melalui mekanisme bisnis MLM yang bekerja sama dengan sebuah multi national company bernama Oriflame.
Sejak bergabung dengan Oriflame, hari2 saya pun menjadi semakin berwarna dan menggairahkan. Saya mulai kembali menghabiskan banyak waktu saya untuk belajar. Mulai dari belajar dandan, belajar merekrut orang, belajar tentang teori internet marketing, sampe belajar tentang ilmu leadership dan pengembangan diri.
Dari yang ga pernah pake body lotion dan hanya sisiran sehari sekali, sekarang saya udah bisa mengaplikasikan foundation dan eye liner dengan benar. Dari yang “pendiem” sekarang sudah mulai belajar untuk bisa terbuka dan berani memotivasi orang. Dari yang suka bersikap pesimis, jadi orang yang optimis dan percaya diri. Saya merasa menjadi manusia yang lebih baik.
Sama seperti pekerjaan2 saya sebelumnya, bisnis Oriflame saya ini juga menyita banyak waktu dan perhatian saya. Saya menghabiskan sekitar 12 jam sehari untuk menjalankan bisnis saya. Saya menukar jam nonton TV dan tidur siang saya untuk mengikuti etraining atau mem-follow up prospek dan jaringan saya. Dan saya menerima hasil yang lebih dari sepadan!
Bagaimana dengan ketiga anak saya?
Saya tetap bisa menghabiskan sebagian besar waktu saya bersama mereka. Saya menyiapkan semua bekal sekolah mereka setiap pagi. Mengantar dan menjemput mereka dari sekolah. Menemani Benaia bermain scrabble, mengajari Bianca cara membuat muffin. Menemani Benezra latihan piano. Mendampingi ketiganya mengerjakan PR dan belajar untuk ulangan. Menghabiskan akhir pekan sambil menemani anak2 latihan renang, menonton film di bioskop, atau sekedar nonton TV rame2 di rumah. Membacakan buku dan berdoa bersama mereka sebelum tidur.
Bukankah itu luar biasa?
Saya bukanlah seorang yang percaya dengan teori “kebetulan”. Saya yakin segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita bukanlah suatu kebetulan. Semuanya adalah kemurahan. Semua ada dalam koridor rencana TUHAN. Bukan kebetulan saya bekerja menjadi karyawan di Bandung dan Jakarta. Bukan kebetulan saya ketemu Yulia Riani 10 tahun yang lalu. Bukan kebetulan restoran saya tutup karena sewanya ga bisa diperpanjang. Saya yakin perkenalan saya dengan Oriflame juga adalah sesutau yang sudah TUHAN siapkan untuk saya dan masa depan kami sekeluarga.
Jadi kembali ke pertanyaan tadi, sejak kapan saya suka hari Senin? Saya tetap ga ingat… 😀 Tapi yang pasti buat saya Senin sekarang tidak lagi menakutkan. Setelah selama akhir pekan tubuh dan jiwa di re-charge, Senin justru menjadi hari yang penuh gairah!
Selamat hari Senin, Selamat mensyukuri hidup. Jangan lupa bahagia…