Hari Sabat di Jerusalem.
Jalanan terlihat lebih sepi. Kendaraan yang lalu lalang di jalan lebih sedikit.
Restoran, toko2 dan beberapa mall yang letaknya di Jewish Area tutup.
Rencana jalan2 menyusuri Ben Yehuda Street dan mengeksplorasi Mahene Yehuda Market yang sudah saya susun sejak lama terpaksa batal dilaksanakan. Belum rejeki 🙂
Sehari sebelumnya, beberapa jalan di Old City Jerusalem juga ditutup untuk keperluan shalat Jum’at di Al Aqsa. Polisi keliatan berjaga di sudut2 jalan. Karena bertepatan dengan bulan Ramadhan, maka jumlah muslim yang datang untuk shalat Jumat di Al Aqsa juga jumlahnya banyak sekali. Hari itu mencapai 200.000 orang.
Hotel tempat kami menginap kebetulan jaraknya dekat sekali dengan old city, hanya 15 menit jalan kaki. Penutupan jalan tadi membuat kami beberapa kali harus puter balik dan cari jalan alternatif. Akhirnya setelah sedikit melobi polisi yang sedang patroli di dekat Hotel, kami pun bisa sampai ke tujuan. Kalau saja waktu Polisi ga mengijinkan mobil kami lewat, berarti saya dan anak2 harus jalan cukup jauh juga. Memang rejeki 🙂
Saber bilang, lain kali kalau mau dateng ke Jerusalem jangan pas Ramadhan dan Sabbath. Tapi buat saya pengalaman kami kemarin itu justru sangat menarik. Dan saya sama sekali ga menyesal datang ke Jerusalem saat Ramadhan dan Sabbath. Ada banyak pengalaman unik yang ga bisa saya dapatkan kalau saya datang di waktu yang lain 🙂
Anyway,
Hari Sabtu pagi setelah sarapan kami mulai jalan menuju ke old city.
Old City Jerusalem terbagi dalam 4 wilayah, masing2 Moslem Quarter, Christian Quarter, Jewish Quarter dan Armenian Quarter. Kota ini dikelilingi oleh tembok tebal yang juga berfungi sebagai benteng serta 7 buah gerbang yang dibangun pada masa kekuasaan Ottoman pada abad ke-16.
Tujuan pertama kami pagi itu adalah kolam Bethesda yang terletak bagian utara kota. Nama Bethesda berasal dari bahasa Ibrani dan Aram: beth hesda, yang berarti rumah rahmat/anugerah (house of mercy/house of grace). Alkitab meyebutkan, ada 5 serambi di sekeliling kolam Bethesda. Dan di serambi2 itu biasa berbaring sejumlah besar orang sakit (orang2 buta, orang2 timpang dan orang2 lumpuh) yang menantikan goncangan air kolam. Barangsiapa yang lebih dahulu masuk ke dalamnya sesudah goncangan air itu akan menjadi sembuh, apa pun penyakitnya (Yohanes 5:1-4). Injil Yohanes mencatat sebuah mujizat yang dilakukan TUHAN Yesus pada suatu hari Sabat di kolam itu, DIA menyembuhkan seorang yang sudah menderita sakit selama 38 tahun.
Lokasi kolam Bethesda tidak jauh dari Lion’s Gate, sekitar 30 meter dari gerbang masuk, letaknya di sebelah kanan. Dulu Lion’s Gate disebut dengan Sheep’s gate atau Gerbang Domba, karena melalui pintu gerbang inilah domba-domba untuk korban penebus dosa digiring menuju ke Bait Allah. Pada masa kekuasaan Ottoman, Sultan Suleiman membangun gerbang ini dan menghiasinya dengan gambar2 singa (1538-1539), sejak saat itu gerbang domba pun berubah nama menjadi gerbang singa.
Pada masa kekuasaan Roma, di abad ke-5 Eudica Augusta (istri dari Kaisar Theodosius II) membangun sebuah basilika besar di dekat kolam Bethesda, yang 1 abad kemudian dihancurkan oleh bangsa Persia. Lalu pada masa Perang Salib, di atas reruntuhannya dibangun sebuah chapel. Reruntuhan dan sisa2 bangunan2 itu kini berada tepat di atas kolam Bethesda. Jadi kalau sekarang kita mau mencapai kolam itu, kita perlu terlebih dulu menuruni anak tangga terbuat dari besi yang berada di bawah reruntuhan.

Sebelum turun ke kolam, anak2 main dulu di tempat reruntuhan bangunan yang ada di atas kolam. Seneng banget sampe ga mau diajak pulang 😀
Berada dalam 1 komplek dengan kolam Bethesda, berdiri sebuah gereja Katolik, Santa Anna yang dibangun pada abad ke-11 dan merupakan salah satu peninggalan dari masa Crusaders. Lokasi ini dipercaya sebagai tempat di mana kedua orang tua Maria Ibu Yesus (Anna dan Joachim) tinggal, sekaligus tempat dimana Maria dilahirkan.
Tidak seperti nasib sebagian besar gereja2 di Jerusalem, pada saat kekuasaan Islam masuk, Sultan Saladin tidak menghancurkan St. Anna, tetapi mengubahnya menjadi sebuah madrasah yang pada abad ke-15 sempat menjadi sekolah yang paling bergengsi di sana. Hingga saat ini tulisan nama Madrasa as-Salahiyya (of Saladin) yang tertulis dalam bahasa Arab masih bisa kita temukan di gerbang masuk St. Anna.
Setelah terbengkalai selama hampir 3 abad, akhirnya pada tahun 1856, Ottoman menyerahkan St. Anna kepada Napoleon III, sebagai ungkapan terima kasih atas dukungan Prancis kepada Ottoman pada saat berperang melawan Rusia pada Perang Krimea (1853-1856). Hingga saat ini St. Anna menjadi milik dan dikelola oleh pemerintah Prancis.
Gereja St. Anna adalah Gereja yang mempunyai akustik terbaik di dunia. Menyanyi tanpa iringan musik di Gereja ini bisa menghasilkan suara yang sangat indah didengar. Seorang Father yang sedang berada di sana minta Benezra menyanyikan sebuah lagu. Dan saya hampir menangis waktu denger Iyek nyanyi…
Kudaki daki daki daki gunung yang tinggi
Kuturun turun turun turun lembah yang dalam
Kumelintasi padang rumput hijau membentang
Yesus besertaku….
Di kanan Kau ada, di kiri Kau ada
Diatas dan dibawah Kau ada
Disuka Kau ada, diduka pun Kau ada
Karna Engkau Yesusku….
Saya tidak sempat merekam moment istimewa itu dengan video camera, tapi saya tau suara merdu Benezra yang saya dengar saat itu akan tersimpan baik di dalam memori otak saya.
Dari St. Anna, kami melanjutkan perjalanan ke Western Wall, tempat umat Yahudi biasa datang untuk berdoa. Mereka biasa menyebut tempat ini juga dengan nama Wailing Wall, Tembok Ratapan.
Tembok ratapan yang ada sekarang merupakan sisa dinding Bait Suci di Jerusalem yang hancur ketika orang-orang Yahudi memberontak kepada pemerintah kerajaan Romawi pada tahun 70 Masehi. Panjang tembok ini aslinya sekitar 485 meter, dan sekarang sisanya hanya sekitar 60 meter. Orang Yahudi percaya bahwa tembok ini tidak ikut hancur sebab di situlah berdiam kehadiran Ilahi, the Devine Presence. Di tempat ini orang Yahudi berdoa dan meratapi dosa-dosa mereka dengan penuh penyesalan.
Kami datang ke tempat ini untuk membayar nazar, berdoa, menangis dan membawa banyak titipan doa dari orang2 terkasih di Indonesia.
Selanjutnya kami menuju ku Mount Olives, Bukit Zaitun. Mount Olives adalah pengunungan yang berada di timur Jerusalem dengan 3 puncak yang membentang dari utara ke selatan. Dinamai Bukit Zaitun karena dulu lereng bukti ini dipenuhi dengan perkebunan zaitun. Bukit ini mempunyai hubungan sejarah dengan agama Yahudi, Kristen dan Islam. Di tempat ini terdapat kuburan Yahudi yang sudah ada sejak 3000 tahun lalu dan memuat sekitar 150,000 makam, termasuk makam nabi Zakharia dan Absalom anak Daud juga masih ada di sana. Di lereng atas, terdapat makam nabi Hagai, Maleakhi dan rabi-rabi terkenal bangsa Yahudi.
Setelah hancurnya Bait Suci, orang-orang Yahudi merayakan Sukkot (Hari Raya Pondok Daun) di Bukit ini. Letaknya yang 80 meter lebih tinggi dari Bukit Bait Suci memunginkan mereka mendapat pemandangan reruntuhan Bait Suci dengan jelas. Itu sebabnya mereka selalu datang untuk melakukan ziarah ke bukit ini. Dan di tempat inilah mereka menjalankan tradisi meratapi kehancuran Bait Suci. Sebelum memasuki masa sengsaraNYA, TUHAN Yesus juga naik ke bukit Zaitun, dan dari sana DIA menangisi kota Yerusalem.
Tiba saatnya untuk makan siang. Karena hari itu hari Sabat, banyak restoran di Jerusalem yang tutup. Saber menawarkan 2 opsi pada kami: makan Arabic Food di Moslem Quarter, atau makan Asian Food di Bethlehem. Kami pun melakukan pemungutan suara: Bapak dan Bianca pilih Arabic, Benaia Benezra pilih Asian, dan Ibu abstain. Akhirnya Saber ikutan voting supaya ada yang menang. And he voted for Asian 😀
Perjalanan dari Jerusalem ke Bethlehem makan waktu sekitar 15 menit. Bethlehem yang artinya house of bread atau rumah roti ini adalah sebuah kota Palestina yang terletak di Tepi Barat, sekitar 10 km sebelah selatan Jerusalem. Dikenal juga dengan sebutan the city of David, kota dimana Daud lahir dan dinobatkan menjadi Raja, dan juga kota tempat Yesus dilahirkan. Di kota yang dihuni oleh salah satu komunitas Kristen tertua di dunia ini terdapat Nativity Church yang dibangun oleh Ratu Helena, ibunda Contatine the Great pada abad ke-3
Di sebelah timur Bethlehem terdapat sebuah kota kecil bernama Beit Sahour. Penduduknya 80% adalah orang2 Christian Palestinian dan sisanya 20% adalah Moslem Palestinian. Di kota kecil Beit Sahour ini terdapat satu lokasi pilgrim yang dikunjungi banyak peziarah dari seluruh dunia, yaitu the Shepherd’s Fields, di dalamnya terdapat sebuah Catholic Chapel yang dibangun pada abad ke-4. Tempat ini dipercaya sebagai lokasi Padang Gembala, tempat Malaikat TUHAN menyampaikan kabar gembira kelahiran Yesus kepada para gembala.
Sebelum pulang kami mampir ke Bethlehem City Center, mau beli KFC untuk camilannya anak2. Sayang KFC nya masih tutup, baru buka sore selama bulan Ramadhan. Dari Bethlehem kami kembali ke Hotel. Setelah buka puasa, kami akan jalan2 lagi untuk melihat keramaian di sekitar old city di malam hari. Kami janjian untuk ketemu Saber di lobby hotel pada pkl. 21.20.