#stayathome hari ke-98
21 Juni 2020 DC*

Berpuluh tahun silam, saya pernah membaca sebuah artikel tentang trauma masa lalu dan dampaknya bagi seseorang. Kurang lebih isinya begini:Seorang anak yang dibesarkan dalam kondisi serba kekurangan, saat dewasa dia mungkin akan punya salah satu dari beberapa sifat ekstrim ini:
BOROS.
Karena waktu kecil hidupnya serba kurang, saat besar dan sudah punya penghasilan, dia akan menumpuk segala sesuatu lebih dari yg diperlukan, karena ada rasa takut kurang, atau sekedar dorongan “balas dendam”. Dulu ga bisa, sekarang bisa.
PELIT.
Ada juga yg malah sebaliknya, karena sejak kecil biasa hidup serba susah, saat dewasa justru jadi terlalu pelit. Karena merasa semua yg dimiliki diperoleh dengan susah payah, maka berbagi jadi sesuatu yg berat. Bahkan berbelanja untuk diri sendiripun kadang dianggap sebagai suatu kerugian.
HEMAT.
I think it is every good things in between
Sikap berhati2 dalam menggunakan uang. Tidak boros, tetapi cermat. Tidak pelit tapi tetap berhikmat.
Dibesarkan dalam keluarga yang sangat sederhana menyisakan beberapa kebiasaan yg tanpa sadar masih saya lakukan sampai hari ini.Kalau saya punya 10 lembar uang, reflek saya akan mengambil 1-2 lembar dan menyimpannya di tempat terpisah. Semacam “buat jaga2”. Karena kalau semua disimpan di dompet biasanya akan cepet sekali melayang.
Susahnya belakangan ini saya samakin pelupa, kadang saya lupa yg 1-2 lembar itu saya simpan di mana. Tapi kejutannya adalah, saya jadi sering nemu uang sendiri
Kalau saya masak nasi 2 cups, tanpa komando saya akan mengurangi cup kedua barang 1-2 jumput untuk saya simpan kembali.
Kalau kami jalan2 selalu bawa botol minum sendiri. Kalau makan di restoran, selalu tanya dulu apakah kami boleh minum air yg kami bawa sendiri? Yg ini nurun sama Kakak dan mas Be. Mereka selalu ga rela kalau harus bayar mahal buat minum air putih. Saat traveling abroad, mereka ga akan segan2 bilang: “Just tap water for us, please… “
Kalau saya belanja, prosesnya bisa panjaaaanngg dan lama. Pertama pilih barang, setelah itu pilih minimal 3 supplier. Baca reviewnya, bandingkan harganya, pikir2, itung kancing, inhale exhale, baru putuskan untuk beli. Anehnya, suami saya ga pernah komplen, beliau biasanya akan sabar nemenin saya belanja entah ke pasar atau ke mall. Beliau hanya akan protes kalau udah lama keliling2 akhirnya saya ga beli apa2. “Kalau cuman mau jalan2 ke monas aja!”
Gitu katanya sambil cemberut.
Itu sebabnya sekarang saya dowloan apps Shopee dan Tokopedia.
Khusus saat belanja di tukang sayur, buah, pedagang keliling atau tokonya temen dan sodara, saya tidak menawar. Itu prinsip.
Sampai hari ini saya masih suka belanja ke Pasar Uler. Beli baju kodian buat pakaian rumah kami sekeluarga. Merk ga selalu penting buat saya, tapi harus nyaman karena ketiga anak saya punya masalah kulit yg hipersensitif, nurun dari Bapaknya.
Kalau kami mau traveling, saya biasanya akan menyiapkan segala sesuatu jauh2 hari.Bisa 6 bulan sebelumnya, setahun sebelumnya, atau bertahun2 sebelumnya. (Saya sudah pilih sekolahnya Kakak saat dia masih di dalam perut).
Bikin plan jauh2 hari memberi kesempatan buat saya memanfaatkan berbagai jenis promo dan diskon.
Ga jarang saya diejek sebagai “orang pelit”.Tapi saya ga merasa terganggu. Gpp, kadang pelit dan hemat itu memang beda tipis. Dan hanya orang yg cermat yg bisa membedakan. Yg penting buat saya, hemat itu adalah gaya hidup. Sesuatu yg saya jalankan dengan konsisten, saya nikmati tanpa terpaksa.
Mari belajar berhemat di saat makmur, karena kita ga cuman hidup buat hari ini aja.
Dan karena kita ga selalu tau kapan masa2 susah itu datang.
Selamat Hari Minggu Tetap semangat yaa…
Stay safe. Stay sane
In frame: sarapan pagi dengan teh kepahiang dan kue2 lezat dari warungnya Yangti. Ada onde2, bolu kukus gula merah dan panada
*DC: During Corona